Negara boneka adalah negara yang secara resmi merdeka dan diakuikedaulatannya namun secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya. Negara boneka
secara harfiah berarti negara di mana pemerintahannya dapat disamakan seperti
boneka yang dimainkan oleh pemerintah negara lainnya sebagai dalang.
Pemerintahan negara
boneka biasanya sangat tergantung kepada negara dalangnya terutama dalam hal
politik, ekonomi, militer dan hubungan luar negeri. Ini menyebabkan
pemerintahan seperti ini biasanya tidak mempunyai legitimasi cukup baik di
dalam negeri maupun ke dunia internasional.
Belanda yang ingin
kembali menguasai wilayah Indonesia terus melakukan tindakan-tindakan untuk
merebut kembali wilayah-wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia berhasil
dipecah-pecah oleh Belanda. Oleh karena itu, bangsa Indonesia berjuang untuk
merebut kembali wilayah-wilayahnya baik melalui perjuangan bersenjata maupun
melalui jalan perundingan.
Belanda yang ingin kembali menguasai wilayah Indonesia terus
melakukan tindakan-tindakan untuk merebut kembali wilayah-wilayah Indonesia.
Wilayah Indonesia berhasil dipecah-pecah oleh Belanda. Oleh karena itu, bangsa
Indonesia berjuang untuk merebut kembali wilayah-wilayahnya baik melalui
perjuangan bersenjata maupun melalui jalan perundingan.
A. Negara-negara Boneka Bentukan Belanda
Negara boneka adalah negara yang secara resmi merdeka dan diakui
kedaulatannya namun secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya.
Negara boneka secara harfiah berarti negara di mana pemerintahannya dapat
disamakan seperti boneka yang dimainkan oleh pemerintah negara lainnya sebagai
dalang.
Untuk menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia, salah satu
cara yang dilakukan oleh Belanda adalah dengan membentuk negara-negara boneka.
Tujuannya adalah untuk mengepung kedudukan pemerintahan Republik Indonesia atau
mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Setiap negara bagian atau negara
boneka yang diciptakan Belanda tersebut dipimpin oleh seorang yang ditunjuk
oleh Belanda. Melalui negara-negara boneka yang dibentuknya, Belanda membentuk
Pemerintahan Federal dengan Van Mook sebagai kepala pemerintahannya. Dalam
Konferensi Federal di Bandung pada tanggal 27 Mei 1948 lahirlah Badan
Permusyawaratan Federal (BFO). Di dalam BFO terhimpun negara-negara boneka
ciptaan Belanda.
Berikut adalah negara-negara boneka ciptaan Belanda:
1. Negara Indonesia Timur
Berdiri : Desember 1946
Wilayah : Timur Selat Makasar dan Selat Bali
Pemimpin : Tjokorda Gede Raka Sukawati
2. Negara Sumatera Timur
Berdiri : 25 Desember 1945 (diresmikan pada tanggal 16 Februari
1947)
Wilayah : Kota Medan dan sekitarnya
Pemimpin : Dr. Mansur
3. Negara Sumatera Selatan
Berdiri : 30 Agustus 1948
Wilayah : Kota Palembang dan sekitarnya
Pemimpin : Abdul Malik
4. Negara Jawa Timur
Berdiri : 26 Nopember 1948
Wilayah : Kota Surabaya, Malang dan daerah-daerah sebelah timur
hingga ke Banyuwangi
Pemimpin : R. T. Kusumonegoro
5. Negara Pasundan
Berdiri : 26 Februari 1948
Wilayah : Priangan, Jawa Barat dan sekitarnya
Pemimpin : R. A. A. Wiranata Kusumah
6. Negara Madura
Berdiri : 16 Januari 1948
Wilayah : Kota Madura dan sekitarnya
Pemimpin : Tjakraningrat
Selain negara-negara boneka yang diciptakan oleh Belanda,
terdapat juga daerah-daerah yang memiliki otonomi seperti Kalimantan Barat,
Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara, Jawa Tengah, Bangka, Belitung, dan
Riau. Daerah-daerah tersebut dikepalai oleh Sultan Hamid II.
B. Perjanjian Roem-Royen
Latar belakang
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda
tetap saja tidak mau mengakui kelahiran negara indonesia. Dan Belanda pun
membuat negara boneka yang bertujuan mempersempit wilayah kekuasaan Republik
Indonesia. Negara boneka tersebut dipimpin oleh Van Mook. Dan Belanda
mengadakan konferensi pembentukan Badan Permusyawaratan Federal(BFO) 27 Mei
1948.
Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi
Militer Belanda dengan menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil
Presiden beserta pejabat lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan
radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di
Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Dengan begitu Indonesia menunjukkan kegigihan mempertahankan
wilayahnya dari segala agresi Belanda. Akhirnya konflik bersenjata harus segera
diakhiri dengan jalan diplomasi. Dan atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia,
maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan di Jakarta di bawah
pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika.
Hasil Perundingan
Perjanjian Roem Royen adalah sebuah perjanjian antara Indonesia
dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, kemudian dibacakan
kesanggupan kedua belah pihak untuk melaksanakan resolusi dewan keamanan PBB
tertanggal 28 januari 1949 dan persetujuannya tanggal 23 Maret 1949. Namanya
diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan J. H. van Roijen.
Pernyataan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Mr. Roem :
1. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua
aktivitas Gerilya,
2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja
Bundar,
3. Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, dan
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi
militer dan membebaskan semua tawanan perang.
Pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen :
1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia
harus bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi
Karesidenan Yogyakarta,
2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat
pemimpin-pemimpin republic Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak
tanggal 19 Desember 1948, dan
3. Pemerintah Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan
menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat. Konferensi Meja Bundar (KMB)
akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah pemerintah Republik Indonesia
kembali ke Yogyakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1949 diselenggarakan perundingan segitiga
antara Republik Indonesia, BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang
dipimpin oleh Chritchley, diadakan dan menghasilkan keputusan:
1. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan
tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948,
2. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan
dengan dasar sukarela dan persamaan hak, dan
3. Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan
kewajiban kepada Indonesia.
Dampak
Dengan tercapainya kesepakatan dalam perundingan, Pemerintah
Darurat Republik Indonesia memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk
mengambil alih pemerintahan Yogyakarta oleh pihak Belanda. Pada tanggal 1 juli
1949 pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Yogyakarta disusul
dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya.
Pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet
Republik Indonesia yang pertama, dan Mr. Syafruddin Prawiranegara mengembalikan
mandatnya kepada Wakil Presiden Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
diangkat menjadi Menteri Pertahanan merangkap ketua koordinator keamanan.
Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di kota Den Haag Belanda.
0 Komentar